Selasa, 11 Januari 2011

Pentingnya ilmu dalam melaksanakan Ibadah

Modernisasi dengan dampak negatif dari kemajuan teknologinya mengakibatkan terjadinya perubahan peradaban manusia, pola pikir dan bergesernya nilai moral yang semua itu semakin menjauhkan manusia dari ajaran-ajaran dan hukum agama.

Menyadari akan besarnya bahaya dari pengaruh kemaksiyatan maka menjadi ‘alim dan faqih terhadap Al-Qur`an dan Al-Hadits merupakan satu-satunya pilihan, bagi keselamatan diri kita semua di dunia dan akhirat. Allah telah mengungkapkan ini dalam firmanNya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (سورة فاطر 28)

Artinya: Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang berilmu.

Telah kita sadari dan pahami bersama bahwa tugas pokok manusia sebagai hamba Allah yang diciptakan dan diberi kesempatan menikmati kehidupan di dunia ini adalah beribadah kepada Allah. Kewajiban ini harus dilaksanakan sendiri oleh setiap individu, tidak bisa diwakilkan, kapan saja, dimana saja dan dalam keadaan bagaimana saja, tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apapun, sesuai dengan firman Allah SWT:

وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ (سورة الذاريات 56)

Artinya: Dan Aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia kecuali supaya menyembah kepadaKu

Setelah Allah menetapkan kewajiban terhadap jin dan manusia untuk beribadah kepadaNya, Allah mengutus para Nabi dan Rasul dengan diberi wahyu yang berisikan syariat dan tuntunan ibadah yang harus dikerjakan secara mukhlis, sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ ...الآية (سورة البينة 5)

Artinya: Mereka tidak diperintah kecuali beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama bagiNya.

Dengan demikian manusia di dalam melaksanakan kewajiban beribadah kepada Allah tidak boleh menurut kehendaknya sendiri, mereka-reka dengan pikirannya, mencampur ibadah dengan bid’ah, khurofat, syirik maupun takhayul. Harus benar-benar murni sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan RasulNya. Karena itu Allah mewajibkan kepada hambaNya untuk mencari ilmu dan beribadah beradasarkan ilmunya. Sebagaimana firman Allah SWT :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ... الآية (سورة محمد 19)

Artinya: Ketahuilah (mencari ilmulah) bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah.

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً (سورة الإسراء 36)

Artinya: Dan janganlah engkau beramal apa yang tidak engkau ketahui ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan ditanya tentangnya.

Dan sabda Rasulullah SAW:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ ...الحديث (رواه ابن ماجة في كتاب العلم صحيح)

Artinya: Mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap orang islam.

Dengan demikian sudah jelas bahwa kewajiban mencari ilmu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kewajiban beribadah yang harus dilaksanakan setiap individu muslim tanpa bisa diwakilkan apalagi ditinggalkan.

Berkaitan dengan kewajiban beribadah maka ilmu yang wajib dicari adalah yang bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadits. Diriwayatkan dalam Hadits:

الْعِلْمُ ثَلاَثَةٌ وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيضَةٌ عَادِلَةٌ (رواه أبو داود في كتاب الفرائض)

Artinya: Ilmu (yang wajib dicari) ada tiga, selainnya adalah kefadholan (tambahan) yaitu: ayat yang dijadikan hukum (Al-Qur`an), sunnah yang tegak (Al-Hadits) dan ilmu pembagian waris yang adil.

Al-Qur`an dan Al-Hadits sudah sempurna sebagai pegangan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan dijamin pasti benarnya, pasti sahnya, pasti diterimanya dan pasti surganya. Perhatikan dalil-dalil di bawah ini:

وَأَنَّ هذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (سورة الأعراف 153)

Artinya: “Dan inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dan janganlah engkau mengikuti beberapa jalan, akibatnya jalan-jalan itu akan pecah belah bersama kalian jauh dari jalan Allah, demikian wasiat Allah kepada kamu sekalian agar kamu sekalian menjadi orang yang taqwa”.

وَمَا ءاتكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهيكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا وَاتَّقُوْا اللهَ اِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ . سورة الحشر 7

Artinya: “Dan apa-apa yang Rasul berikan pada kalian maka terimalah dan apa-apa yang Rosul larang maka hindarilah dan takutlah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah itu berat siksanya”.

اَلاَ اِنِّى اُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ ... الحديث (رواه ابو داود في كتاب السنة صحيح)

Artinya: “Ketahuilah aku telah diberi sebuah kitab (Al-Qur`an) dan bersamanya sesuatu yang menyerupainya(Al-Hadist)”.

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ (رواه مالك في الموطأ في كتاب الجامع)

Artinya: “Telah aku tinggalkan di kalangan kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu kitab Allah (Al-Qur`an) dan sunnah nabi (Al-Hadits)”.

Dalam kurun waktu ± 23 tahun Rasulullah SAW menerima wahyu Al-Qur`an serta Al-Hadits secara bertahap sampai akhirnya sempurna. Selama masa kenabiannya Rasulullah SAW menjalankan kewajiban berdakwah, menyampaikan risalah dan mengajarkan ilmu yang beliau terima. Para sahabat dengan giat dan semangat berlomba-lomba mencari dan berusaha menguasai ilmu yang diajarkan Rasulullah SAW.

Ketika Rasulullah SAW masih di Makkah sebagian besar kegiatan ibadah umat Islam saat itu masih berupa penyampaian dan penerimaan ilmu terutama yang berkaitan dengan aqidah tauhid. Keadaan ini menggambarkan peran pentingnya ilmu dikalangan umat islam dalam menjalankan ibadahnya.

Perhatian dan kesungguhan para sahabat yang kemudian diikuti tabi’in, tabi’inattabi’in dan ulama’ sholihin dalam usaha mencari ilmu, memahami, mengamalkan dan menjaga kemurniannya dapat dibuktikan berupa warisan ilmu yang mereka tinggalkan.

Ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadits-hadits Rasulullah SAW tertanam kuat di hati para sahabat dan menjadi hafalan mereka. Maka tatkala banyak sahabat penghafal Al-Qur`an gugur di medan perang diupayakan penghimpunan Al-Qur`an pada masa kholifah Abu Bakar dan kemudian dibukukan dalam mushhaf pada masa kekholifahan Utsman bin Affan. Penulisan dan pembukuan Hadits-hadits Nabi SAW juga dilaksanakan kemudian, yakni pada masa keamiran Umar bin Abdul Aziz.

Untuk menjaga keotentikan Hadits-hadits nabawi para ulama’ memelihara sanadnya atau isnadnya, yakni silsilah mata rantai seorang guru dari gurunya sebagai rowi yang meriwayatkan sebuah Hadits. Dengan meneliti keadaan setiap rowi dalam isnad Hadits akan dapat ditentukan mana Hadits palsu dan munkar yang tidak boleh diamalkan dan mana Hadits-hadits yang dapat diamalkan. Usaha para ulama’ Islam dalam menjaga keotentikan ilmu seperti ini tidak pernah dilakukan umat sebelumnya dan tidak pernah dilakukan oleh ilmuwan di bidang lain. Inilah hasil karya keilmuan ulama’ Islam yang tidak tertandingi oleh ilmuwan manapun.

Semua ini dilakukan semata-mata karena pentingnya ilmu (Al-Qur`an dan Al-Hadits) sebagai pedoman ibadah. Dengan ilmu yang disampaikan (manqul) secara disandarkan pada silsilah guru (musnad) yang sambung bersambung (muttashil) sampai kepada Rasulullah SAW sebagai penerima wahyu dari Allah SWT, tidak ada keraguan sedikitpun bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadahnya berdasarkan Al-Qur`an dan Al-Hadits.

Terutama bagi kita saat ini yang hidup jauh dari masa kehidupan Rasulullah SAW dalam beribadah harus tetap berpegang teguh pada Al-Qur`an dan Al-Hadits agar tetap selamat dunia dan akherat, ingat pesan Rasulullah SAW dalam Hadits di bawah ini.

عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ يَقُولُ وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ r مَوْعِظَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ هذِهِ لَمَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا قَالَ قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاَّ هَالِكٌ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَعَلَيْكُمْ بِالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّمَا الْمُؤْمِنُ كَالْجَمَلِ اْلأَنِفِ حَيْثُمَا قِيدَ انْقَادَ (رواه ابن ماجة في كتاب المقدمة صحيح)

Artinya: Dari ‘Irbadh bin Sariyah dia berkata: Rasulullah SAW memberi nasehat kepada kami yang membuat air mata berlinang dan hati merasa takut, kemudian kami berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah nasehatnya orang yang pamitan, maka apa yang engkau perintahkan pada kami? Rasulullah menjawab: Sungguh aku tinggalkan di kalangan kamu sesuatu yang putih bersih (terang benderang), malamnya bagaikan siangnya, tidak menyimpang darinya setelah (mati)ku kecuali orang yang rusak. Barang siapa dari kalian yang masih hidup (setelah matiku) maka akan melihat banyak perselisihan, tetapilah apa yang kamu tahu dari sunahku dan sunah para khalifah yang benar dan mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi geraham. Dan tha’atlah walaupun kepada hamba habsyi. Sesungguhnya (tiada lain) orang iman itu bagaikan unta yang dikeluh (hidungnya diberi tali kendali), kemanapun dia dituntun maka dia mengikutinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


“Menjadi Pondok Pesantren Yang berkemampuan global dalam dakwah Islam sehingga mendorong Umat Islam dan umat manusia pada umumnya memiliki kehidupan Yang sejahtera berbasis agama, kejujuran, amanah, hemat dan kerja keras, rukun,kompak serta dapat bekerjasama dengan baik”.