Kamis, 24 Februari 2011

Kisah Ketabahan dan Kesabaran Nabi Ayyub

N

abi Ayyub adalah seorang bangsa Rum, beliau putra ‘Aish bin Ishak, seorang Nabi, ibunya salah seorang putri Nabi Luth. Beliau termasuk salah seorang laki-laki yang memiliki otak cerdas dan jenius. Beliau rajin, berbudi luhur lagi bijaksana. Ayahnya adalah seorang yang memiliki kekayaan, memiliki sejumlah besar hewan ternak, onta, lembu, domba, kuda, keledai dan khimar. Tiada seorang pun yang membandingi kekayaannya di negri Syam di masa itu. Setelah wafat, harta benda di wariskan semua kepada Nabi Ayyub. Beliau menikah dengan Dewi Rahmah putri Afrayim anak laki-lakinya Nabi Yusuf. Dari pernikahan mereka Alloh menganugrahi 12 kali mengandung, setiap lahir 2 orang anak, masing-masing putra dan putri.

Nabi Ayyub di utus oleh Alloh kepada kaumnya, yakni kaum Huran dan Tih, beliau berbudi baik dan halus, sepanjang hidupnya tiada seorang pun yang menyalahi dengan dusta dan ingkar, berkat kehormatan yang diberikan oleh Alloh kepadanya dan ibu bapaknya. Beliau suka mendirikan masjid-masjid dan menyampaikan syari’at-syari’at agama Alloh. Beliau suka menyantuni anak-anak yatim bagaikan seorang bapak yang penuh kasih sayang, terhadap para janda bagaikan seorang suami, demikian pula terhadap rakyat kecil yang lemah bagaikan saudara kandung penuh cinta kasih. Para pembantu yang mengurus tanaman dan buah-buahan di kebun dan sawahnya, dipesankan kepada mereka supaya membiarkan bagi siapa saja yang yang ingin memetiknya.

Dalam hal peternakan, setiap tahun terus meningkat, bahkan setiap hewan mempunayi anak kembar-kembar, sekalipun demikian semua harta kekayaan tidak mempengaruhinya sedikitpun, beliau pandai mensyukuri nikmat pemberian Alloh, baik dalam hati maupun dicetuskan lewat lesannya, bahkan beliau selalu memanjatkan do’a kepada Alloh, “Ya Alloh, ini semua adalah pemberian-Mu kepada semua hambamu di lokasi penjara dunia, sangat jauh dibandingkan dengan pemberian-Mu di sorga bagi ahli karomah-Mu di negri penuh hidangan-Mu”.

Itulah pangkal penyebab timbulnya iri, drengki makhluk Alloh tiada berbudi sebangsa Iblis. Iblis tidak terima dengan keberhasilan Nabi Ayyub, suatu hari ia berkata, “Ayyub benar-benar sukses usahanya, baik urusan dunia maupun akhirot. Untuk itu, ia harus dirusak salah satu atau kedua-duanya”.

Pada masa itu, Iblis dapat naik ke langit tingkat tujuh, ia bebas parkir di tempat mana saja sesukanya. Pada suatu hari ia naik seperti biasanya, dan ditanya oleh Alloh,

“Hai makhluk terkutuk, tidakkah melihat hambaKu yang telah sukses dalam usahanya? Mampukah kamu mencontoh barang sedikit saja?”.

“Ya Tuhan, benar saja Ayyub tekun beribadah kepadaMu, sebab ia diberi kelapangan rizki dan kesehatan jasmani, seandainya tidak demikian, pasti ia pun enggan beribadah kepada-Mu, ia seorang hamba yang penuh dengan kecukupan”. Jawab Iblis.

“Bohong kamu, sebab Aku tahu pasti bahwa ia benar-benar beribadah dan bersyukur kepadaKu, sekalipun tiada kelapangan rizki baginya”.

“Ya Tuhan.... kalau begitu, aku ingin mengujinya, sampai sejauh mana ia tidak lupa berdzikir dan beribadah kepadaMu, untuk itu berilah aku kemampuan untuk menguasai dirinya!”. sahut Iblis.

Setelah terjadi perdebatan yang panjang, akhirnya Alloh memenuhi tuntutan Iblis terkutuk, dengan catatan tidak pada jiwa dan lesan Nabi Ayyub.

Sekembalinya dari langit, Iblis menelusuri pantai laut, ia berteriak sekerasnya memanggil bangsa jin. Dengan waktu yang tidak lama semua bangsa jin pun segera berhimpun, tiada seorang pun yang tersisa, baik pria maupun wanita, semuanya mendekat di sisi Iblis, kemudian bertanya,

“Apa yang menimpa tuan besar?”.

“Kini aku memperoleh proyek besar, yang belum pernah diperoleh sejak aku sukses menggulingkan Adam dari surga, yaitu memperdaya Ayyub, untuk itu marilah kita kerjakan bersama-sama”.

Tanpa banyak pertanyaan, semua bangsa jin dengan caranya masing-masing mulai bergerak memperdaya Nabi Ayyub. Mereka mengerahkan seluruh pasukan yang ada, dan mengatur strategi. Rumah-rumah, taman-taman, kebun-kebun dan sawah-sawah semua mereka hancurkan, sehingga semua harta kekayaan Nabi Ayyub habis dimusnahkan Iblis dan bala tentaranya.

Setelah berhasil menghancurkan semua harta kekayaan Nabi Ayyub, Iblis menghampiri Nabi Ayyub yang sedang sholat di masjid dan berkata,

“Hai Ayyub, kenapa engkau tenang-tenang beribadah kepada Alloh, padahal engkau dalam keadaan terancam bahaya. Tuhanmu telah mengirim api dari langit yang membumi hanguskan seluruh harta kekayaanmu”.

Nabi Ayyub tidak menjawab sepatah kata pun pada omongan Iblis, bahkan beliau memanjatkan doa kepada Alloh setelah sholat selesai, “Segala Puji bagi Alloh yang telah memberi harta kekayaan kepadaku, kemudian sekarang sudah saatnya Dia menarik kembali dari tanganku”. Setelah berdoa kemudian beliau meneruskan lagi sholatnya.

Melihat keadaan seperti itu, Iblis merasa usahanya tidak berhasil dan ia pulang dengan penuh kecewa, bahkan merasa terhina dan menyesal akibat tindakan Nabi Ayyub.

Adalah Nabi Ayyub punya 14 orang anak, tujuh diantaranya putra, dan tujuh putri. Setiap hari makan siang di rumah saudaranya, saat itu berkumpul di rumah saudara mereka tertua (yakni Harmula), dan pasukan syetan pun menyekap mereka dan melempari, hingga meninggal dunia semua dalam satu meja makan, diantara mereka ada yang tengah menyuap makanan dan ada pula yang memegang gelas minuman. Lagi-lagi Iblis menghampiri Nabi Ayyub, yang tengah shalat. Sahut Iblis,

“Hai Ayyub, kenapa engkau tetap tekun beribadah pada Allah, padahal Allah telah merobohkan rumahmu dan menimpa anak-anakmu, hingga binasa seluruhnya?”.

Namun Ayyub tidak menjawab sedikitpun, bahkan ia menyempurnakan shalatnya. Setelah selesai sholat beliau berdoa,

“Segala puji bagi Allah Yang telah memberiku, dan menarik kembali dariku”. Setelah berdoa Nabi Ayyub menambahkan, “Hai Iblis makhluk terkutuk, ketahuilah bahwa seluruh harta dan anak-anak adalah fitnah, ujian bagi pria maupun wanita, dan semua telah ditarik kembali oleh Allah dari tanganku, hingga aku mampu bersabar dan tetap tekun beribadah kepada Tuhanku”. Kembali Iblis pulang dengan penuh kecewa, merugi serta terkutuk.

Namun Iblis tidak berputus asa, ia terus mengejar Nabi Ayyub, lagi-lagi ia datang sewaktu Nabi Ayyub tengah melakukan shalat, bertepatan Ayyub melakukan sujud, Iblis meniup hidung dan mulut, maka mengembunglah tubuh Ayyub dan banyak berpeluh, hingga badan terasa berat. Melihat keadaan itu Rahmah istrinya mencoba menghibur dan mengingatkan Nabi Ayyub,

“Derita sakitmu ini adalah akibat kesedihanmu memikirkan hartamu yang musnah dan bencana yang menimpa anak-anakmu, sedang kamu beribadah terus menerus di malam hari, siangnya berpuasa, tak kenal istirahat barang sesaat pun, lagi pula tak suka berhibur”.

Selang beberapa hari kemudian Nabi Ayyub diserang penyakit cacar seluruh tubuhnya, mulai kepala sampai kaki, darah dan nanah mengalir dari tubuhnya, dan ulat-ulat pun berjatuhan, akibatnya seluruh famili dan kawan-kawan menyatakan cerai dan menghindarinya. Demikian pula dua dari ketiga orang istrinya menuntut cerai secara resmi, kecuali dewi Rahmah seorang istrinya yang setia melayani siang dan malam hari.

Tidak terbatas sampai di sini penderitaan Nabi Ayyub, kaum hawa tetangganya menuntut Nabi Ayyub supaya angkat kaki dari kampungnya, lewat istrinya, mereka berkata,

“Hai Rahmah, kami sangat khawatir kalau nanti penyakit suamimu menular pada anak-anak kami, seharusnya ia disingkirkan saja dari kampung kami, kalau tidak, kami akan memaksamu keluar”.

Mendengar perkataan tetangganya, Dewi Rahmah pun segera keluar, pakaiannya dibungkus, lalu dibawa pergi sambil berteriak keras, “Aduh, demikian berat penderitaan ini, kami harus mengembara dan berpisah, mereka telah mengusir dari kampung dan rumah kami”.

Nabi Ayyub di gendong pada punggungnya, diiringi isakan tangis istrinya, ia dibawa kesebuah lokasi bekas rumah yang sudah rusak, tempat pembuangan sampah dan disanalah ia ditaruh. Baru beberapa hari bertempat di situ, masyarakat sekitar melihat demikian itu kontan mengusirnya juga, dan mereka tidak segan-segan mengerahkan anjing-anjingnya untuk memaksa Nabi Ayyub dan istrinya keluar dari lokasi tersebut. Dengan terpaksa dan diiringi isakan tangis Dewi Rahmah pun membawa pergi Nabi Ayyub menuju suatu tempat yang jauh dari kampung. Sesampainya disana Dewi Rahmah membuat sebuah gubug dari kayu dan disitulah Nabi Ayyub di rawat. Keesokan harinya Dewi Rahmah pergi dan datang dengan membawa alas tidur sebangsa tikar serta batu sebagai bantalnya. Untuk mengambil air minum, Dewi Rahmah membawakan wadah air yang biasa dipakai oleh para penggembala memberi minum ternak-ternaknya.

Suatu hari Dewi Rahmah berniat ingin menuju suatu dusun terdekat untuk mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan uang dan untuk dibelikan sesuap nasi, tapi Nabi Ayyub memanggilnya, “Hai Rahmah, kembalilah.. aku menasehatimu, jika kamu hendak pergi menjauh dariku aku akan kamu biarkan sendirian di tempat ini”.

“Janganlah tuanku khawatir, sebab tidak mungkin aku membiarkanmu seorang diri, selama hayat dikandung badanku”. Jawab Rahmah dengan lembut.

Akhirnya Dewi Rahmah berangkat menuju suatu dusun, dan diterima sebagai karyawan pada suatu perushaan roti. Ia bekerja setiap hari pada perusahaan roti berangkat pagi pulang sore untuk memberi makan Nabi Ayyub. Lama kelamaan masyarakat dusun itu mengerti bahwa ia adalah istri Nabi Ayyub, mereka pun berhenti tidak suka memberi makan padanya sambil mengatakan,

“Menjauhlah dari kami...sebab kini kami merasa jijik padamu”.

Sambil menangis, Dewi Rahmah memohon kepada Alloh,

“Ya Alloh...Engkau melihat keadaanku ini, seolah-olah dunia ini berubah menjadi sempit bagi kami, semua orang selalu menghina dan mengejek kami, namun kami berharap janganlah Engkau menghina kami kelak di akherat. Ya Alloh...mereka telah mengusir dari rumah kami di dunia, namun kami berharap janganlah Engkau mengusir kami dari rumahMu kelak di akhirat”.

Kemudian ia pun berangkat untuk menemui wanita istri perusahaan roti itu, sesampainya disana, ia mengutarakan keinginannya pada wanita itu,

“Sungguh, suamiku saat ini tengah lapar, untuk itu perkenankanlah aku meminjam roti kepadamu”.

“Menjauhlah dariku secepatnya supaya suamiku tidak melihatmu, untuk bisa mendapatkan roti, kamu supaya menyerahkan gelungan rambutmu kepadaku”. Jawab wanita itu.

Dewi Rahmah memiliki 12 buah gelungan melembreh ke tanah, indah dan bagus serupa dengan yang ditemukan oleh Nabi Yusuf pada Siti Zulaikhoh.

Wanita istri perusahaan roti pun datang dengan gunting untuk memotong gelungan rambut Dewi Rahmah, kemudian di tukarkan dengan empat potong roti.

Dewi Rahmah merasa bersalah dengan tindakannya itu, dalam hatinya mengatakan... “Ya Alloh, tindakanku ini semata-mata berbakti kepada suamiku untuk memberi makan nabiMu dengan menjual gelunganku”.

Setelah tiba di rumah, Nabi Ayyub melihat roti segar di tangan istrinya, beliau pun menaruh perhatian dan menyangka jangan-jangan istrinya telah menjual dirinya, “Hai istriku, kamu bisa membeli beberapa potong roti dapat uang darimana?”, Demi Alloh, jika Alloh memberiku kesembuhan, aku akan memukul dirimu sebanyak 100 kali”.

Dewi Rahmah tidak menjawab dengan kata-kata, ia membuka kerudungnya dan memperlihatkan pada Nabi Ayyub, rambutnya habis dijual untuk membeli makanan.

Sambil meneteskan air mata Nabi Ayyub mengadu kepada Alloh,

“Ya Alloh, telah lenyap upayaku hingga mencapai suatu masalah bahwa seorang istri nabiMu telah menukarkan rambutnya untuk membelanjai diriku”.

Sambil memotong roti dan menyuapi Nabi Ayyub, Dewi Rahmah sedikit menghibur pada suaminya, “Hai suamiku, kini janganlah bersedih, sebab rambutku dapat tumbuh lebih bagus daripada yang semula”.

Sekujur tubuh Nabi Ayyub penuh dengan penyakit, sampai banyak ulat-ulat yang memakan dirinya, setiap ulat jatuh dari tubuhnya, beliau pun mengambil dan mengembalikannya ketempat semula pada dirinya sambil mengatakan, “Makanlah pada apa-apa yang telah di rizkikan oleh Alloh kepadamu”.

Daging pada tubuhnya sudah pada habis dimakan ulat-ulat itu, sehingga kelihatan tulang-tulang, urat dan sarafnya. Ketika matahari terbit menyinari, tembuslah sinarnya dari tubuh bagian depan sampai punggungnya. Yang tersisa hanyalah hati dan lesan, sebab hatinya tidak pernah sepi selalu bersyukur kepada Alloh dan lesannya pun selalu berdzikir kepada Alloh. Keadaan sakit seperti itu beliau terima dengan sabar dan tawakal serta tidak mengeluh sedikitpun selama 18 tahun.

Pada suatu hari Dewi Rahmah berkata kepada Nabi Ayyub,

“Engkau seorang Nabi yang terhormat di sisi Tuhanmu, alangkah baiknya jika engkau memohon kepada Alloh agar menyembuhkan penyakitmu..”.

“Sudah berapa tahun masa senang kita..?” tanya Nabi Ayyub

“Sudah 80 tahun”. Jawab istrinya

“Sungguh malu rasanya jika aku berdo’a kepada Alloh, mengingat cobaan yang telah menimpa diriku belum seberapa dibandingkan dengan kesehatan dan kesenangan yang selama ini aku rakasakan”. Sahut Ayyub.

Waktu terus bergulir, sakit yang diderita Nabi Ayyub tidak semakin membaik, dan ketika tiada lagi daging pada tubuhnya yang layak dimakan, maka ulat-ulat pun saling memakan pada sesamanya, hanya tersisa dua ekor ulat yang selalu mencari sisa-sisa daging pada tubuh Nabi Ayyub dan tidak menjumpai daging sedikit pun. Salah seekor ulat yang sampai ke hati dan memakannya, sedangkan seekor lainnya sampai ke lesan dan mengigitnya pula.

Pada saat itulah Nabi Ayyub berdo’a kepada Alloh,

“Ya Alloh, sesungguhnya aku telah mendapat cobaan yang berat, dan sesungguhnya Engkau maha Pengasih dari segala pengasih”.

Do’anya Nabi Ayyub bukan berarti keluh kesah dan bukan berarti pula menyimpang dari golongan orang-orang yang bersabar. Kesedihan Nabi Ayyub bukan akibat harta dan anak-anaknya yang musnah binasa, namun rasa takut terhenti dari bersyukur dan berdzikir kepada Alloh. Dan seolah-olah beliau berdo’a, “Ya Alloh, sabarkanlah hatiku dalam menerima segala ujian dariMu sepanjang hati terus mencintaiMu dan lesan berdzikir kepadaMu, jika keduanya telah lenyap dariku, berarti terhentilah cintaku dan dzikirku kepadamu dan aku bukan tergolong orang yang bersabar”.

Kemudian Alloh menjawab,

“Hai Ayyub, kamu tidak usah bersedih sebab lesan, hati, ulat, sakit semua adalah milikku. Sungguh 70 orang Nabi telah menuntut ujian macam ini dariku, namun engkaulah yang Kupilih, untuk menambah kemulyaanmu disisiku. Dan ini bagimu hanyalah cobaan bentuk lahir saja”.

Kesedihan Ayyub saat hati dan lesannya digerogoti ulat, sebab ia senantiasa tafakkur dan berdzikir pada Allah. Akhirnya kedua ekor ulat itu pun dijatuhkan oleh Allah dari tubuhnya, seekor menjadi lintah di air yang dapat dibuat menyembuhkan orang sakit, sedang seekor lagi jatuh di darat berubah menjadi lebah yang juga madunya dibuat obat bagi manusia.

Kemudian Jibril datang dengan membawa dua buah delima surga, begitu melihat Jibril datang Nabi Ayyub langsung bertanya,

“ Hai Jibril, masih ingatkah Alloh kepadaku?”

“Tentu, bahkan Alloh kirim salam kepadamu dan menyuruh supaya engaku makan dua delima ini, nanti penyakitmu bisa sembuh, daging dan tulangmu bisa pulih kembali”. Jawab Jibril

Sesudah makan bua delima, Jibril berseru, “Hai Nabi Ayyub. Berdirilah dengan izin Alloh.”

Setelah Nabi Ayyub berdiri dengan tegak, Alloh memerintahkan kepada Nabi Ayyub, “Hai Ayyub, pukullah bumi dengan kakimu”.

Nabi Ayyub menuruti perintahnya Alloh, beliau memukul bumi dengan kaki kanannya, seketika itu keluarlah air hangat dari dalam tanah kemudian beliau mandi dengan air tersebut. Berikutnya beliau memukul bumi dengan kaki kirinya, seketika itu keluarlah air dingin yang dapat diminum olehnya. Dengan keajaiban Tuhan, segalah penyakit yang diderita Nabi Ayyub lenyap, tubuhnya menjadi lebih bagus dari yang semula, mukanya bersinar melebihi cahaya bulan.

Firman Alloh,

Lalu Kami perkenankan do’anya dan Kami lenyapkan penyakit berbahaya pada dirinya, dan Kami datangkan kepadanya seluruh keluarganya semisal mereka, sebagai rahmat dari sisi Kami dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang beribadah”.

Semua anak-anak Nabi Ayyub meninggal dunia, setelah beliau sembuh dari sakitnya, Alloh menghidupkan anaknya dan menambah anak semisal dengan jumlah anaknya yang meninggal, yaitu tujuh orang laki-laki dan 7 orang perempuan sehingga jumlah seluruhnya menjadi 28 orang.

Kini Nabi Ayyub bisa berkumpul kembali dengan keluarganya dan merasakan kebahagiaan yang telah lama hilang. Setelah itu Nabi Ayyub mengambil dahan ranting kecil sebanyak seratus batang, lalu diikat menjadi satu. Dewi Rahmah dipukulnya sekali untuk menghilangkan sumpahnya ketika marah kepada istrinya beberapa waktu lalu. Selanjutnya mereka hidup bahagia serta menurunkan Nabi-nabi dibelakang hari.

Demikian kisah ketabahan seorang Nabi yang menderita penyakit koreng di sekujur tubuh selama 18 tahun. Ini sebagai contoh bagi orang-orang yang beribadah, supaya mereka tahu bahwa setiap orang yang menetapi barang haq pasti mendapat cobaan, dan supaya tahu tentang ujian terberat adalah bagi para Nabi, kemudian para kekasih Alloh, selanjutnya orang-orang yang semisal mereka. Untuk itu, petiklah dari mereka, baik dalam hal amaliyah ataupun sikapnya yang penuh kesabaran. Dengan ini pula dapat diketahui bahwa, “JALAN MENUJU ALLOH/KE AMALIYAH YANG BAIK ADALAH LEBIH DEKAT DIBANDING PEMBERIAN YANG BAIK”.

********

Sumber HR “Durotun Nasihin”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


“Menjadi Pondok Pesantren Yang berkemampuan global dalam dakwah Islam sehingga mendorong Umat Islam dan umat manusia pada umumnya memiliki kehidupan Yang sejahtera berbasis agama, kejujuran, amanah, hemat dan kerja keras, rukun,kompak serta dapat bekerjasama dengan baik”.