Jumat, 27 Desember 2013

Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak

1.    Mengutamakan Pendidikan Agama
Ayah-bunda yang saya muliakan, utamakanlah pendidikan agama untuk anak-anak kita. Bukan berarti mengesampingkan ilmu dunia, namun yang perlu kita ingat kembali ilmu apa yang seharusnya jadi prioritas untuk kita ajarkan dan dimiliki oleh anak. Sebagaimana diriwayatkan dalam Al-Hadits, Rasulullah SAW bersabda :
الْعِلْمُ ثَلاَثَةٌ وَمَا سِوَى ذٰلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيْضَةٌ عَادِلَةٌ (رواه أبو داود في كتاب الفرائض )
Ilmu (yang wajib dicari) ada tiga, selainnya adalah kefadlolan (tambahan) yaitu: ayat yang dijadikan hukum (Al-Qur`an), sunnah yang tegak (Al-Hadits) dan ilmu pembagian waris yang adil.
Oleh karena itu, Ayah-bunda yang bijaksana, jangan sampai anak-anak kita pandai dalam ilmu duniawi namun lemah dalam ilmu akhirat. Terlebih Allah SWT tidak menyukainya, sebagaimana Sabda Rasulullaah SAW :
إِنَّ اللهَ تَعاَلىَ يُبْغِضُ كُلَّ عاَلِمٍ باِلدُّنْياَ جاَهِلٍ باِلآخِرَةِ (رواه الحاكم في تاريخه والديلمي صحيح)
Sesungguhnya Allah Yang Maha Luhur murka pada tiap-tiap orang yang pandai ilmu dunia yang bodoh dalam ilmu akhirat
Adapun dalam mengutamakan pendidikan agama, yang harus dilakukan orang tua kepada anaknya, antara lain : 

a.  Memantapkan Akidahnya (Keimanannya)
Iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, iman kepada hari akhir, iman kepada qodar baik maupun buruk semua dari Allah, adalah merupakan akidah yang benar sebagai modal dasar bagi anak dalam mengarungi kehidupannya. Tanpa akidah yang kuat, anak tidak akan mampu memagari dirinya dari pengaruh-pengaruh negatif. Dengan akidah yang kuat, ketahanan keimanan anak juga akan kuat. Oleh karena itu dari sejak kecil orang tua sudah harus mengenalkan dan menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah dan cinta kepada orang-orang yang shalih, senang dengan kisah-kisah teladan para Nabi, Shahabat Nabi dan Ulama` shalih, serta senang mendatangi majlis ilmu. Orang tua itu ibarat arsitek yang seharusnya memiliki rencana dan strategi ke depan anaknya mau dijadikan seperti apa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ عَلَى الْفِطْرَةِ وَأَبَوَاهُ بَعْدُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ فَإِنْ كَانَا مُسْلِمَيْنِ فَمُسْلِمٌ … الحديث (رواه مسلم في كتاب القدر)
Tiap-tiap manusia dilahirkan oleh ibunya atas fithroh (bersih dari dosa), kemudian setelah itu kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak itu yahudi, nashroni atau majusi. Jika kedua orang tuanya islam, maka seharusnya anaknya juga islam
Tentu semua orang tua inginkan anaknya jadi anak yang sukses, bahagia dunia-akhirat. Mayoritas orang tua menganggap hal terpenting saat ini adalah memikirkan masa depan anak. Anak harus jadi dokter, tentara, polisi, pejabat dan berbagai profesi duniawi lainnya. Hal ini tidak salah, hanya saja seandainya orang tua tahu, dengan dibekali akidah sejak kecil, saat dewasa nanti bukan hanya jadi dokter, melainkan juga jadi dokter yang alim dan berjiwa penyayang; bukan hanya jadi tentara dan polisi, melainkan juga jadi tentara dan polisi yang alim dan berakhlak mulia; bukan hanya jadi pejabat, tapi juga jadi pejabat yang alim, jujur dan amanah. Otomatis jika anak sudah di tanamkan akidah dari kecil, sebagai anak yang shalih dan shalihah akan membalas budi baik dan membahagiakan orang tuanya di dunia sampai akhirat. Terlebih Allah SWT sudah memberi gambaran keutamaan memiliki anak-anak yang shalih dan shalihah. Sebagaimana dalam Firman Allah SWT :
وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيـْمَانٍ أَلْـحَقْنَا بِـهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ (سورة الطور 21)
Dan orang-orang yang beriman dan anak-anaknya mengikuti mereka dengan keimanan, maka Kami akan menyusulkan anak turun mereka kepada derajat mereka di surga. Dan Kami tidak mengurangi pahala anak mereka (orang tua) sedikit pun. Setiap orang digadaikan dengan perbuatannya.
Dan Sabda Rasulullah SAW :
أَنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ أَنَّى هٰذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَـارِ وَلَدِكَ لَكَ (رواه ابن ماجه في كتاب الأدب ، قال الشيخ الألباني: حسن)
Sesungguhnya seorang laki-laki niscaya diangkat derajatnya di surga, maka dia bertanya, ”Bagaimana ini?” Maka dijawab, ”Sebab permohonan ampunan anakmu bagimu.”
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم في كتاب الوصية)
Ketika manusia telah meninggal, maka putuslah semua amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah yang mengalir, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya.

b. Memperbaiki Akhlaknya
Sebagaimana akidah, pembinaan akhlak juga harus dilakukan sejak masa kanak-kanak. Tentu saja, pembimbing utamanya adalah orang tua. Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari pengaruh keberadaan dan tingkah laku mereka terhadap perkembangan akhlak anak mereka. Ingat! Orang tua adalah yang pertama kali mengajarkan bagaimana anak berbicara dan bersikap. Orang tua adalah yang pertama dicontoh oleh anak dalam berperilaku. Akhlak dari anak bergantung bagaimana orang tua menyiapkan dan menanamkannya. Jangan sampai orang tua hanya menyalahkan lingkungan. Memang lingkungan sangat memengaruhi anak, terutama saat remaja, hanya saja jika dari sejak kecil anak sudah berada di bawah pengawasan dan dapatkan bimbingan dari orang tua, maka saat remaja anak akan lebih mudah diarahkan

c. Rajinkan Ibadahnya
Setelah akidah dan akhlak anak kuat, orang tua selanjutnya menekankan pada aspek ibadah. Terlebih dalam hal ibadah ini yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah shalat. Sebagaimana dicontohkan Firman Allah dalam Al-Qur’an ketika Luqman menasehati anaknya tentang shalat :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ(سورة لقمان 17)
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk tetapnya perkara.
Bahkan Rasulullaah SAW sendiri mengingatkan orang tua untuk mengajari anaknya shalat, sebagaimana Sabda Rasulullaah SAW :
مُرُوا الصَّبِىَّ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا (رواه أبو داود – حسن صحيح)
Perintahlah anak kecil untuk (mengerjakan) shalat ketika telah berumur 7 tahun, dan ketika telah berumur 10 tahun maka pukullah dia karena meninggalkan shalat.

Selain mengajarkan dan memperhatikan ibadah shalat dan ibadah wajib lainnya, orang tua hendaknya juga mengajarkan anak untuk mencintai dan menjalani sunnah Rasulullah, menanamkan kecintaan untuk membaca Al-Qur’an, hobi mengaji, senang mendengarkan nasehat, termasuk juga senang bersedekah dan membantu orang lain. Sekali lagi, orang tua juga harus memberikan contoh dan disiplinkan ibadahnya terlebih dahulu.
2.    Tidak Membiarkan Anak Berkembang Sendirian
Ayah-bunda yang saya banggakan, saat ini ada orang tua yang salah dalam mempraktekkan ilmu psikologi / parenting skill, dimana banyak buku, banyak pembicara yang mengatakan “biarkan anak kita memilih jalan hidupnya sendiri”. Kalau anak-anak bisa memilih jalan hidupnya sendiri apa bedanya kita dengan binatang? Justru anak manusia diberikan Allah SWT kepada kita, untuk dibimbing dan diarahkan.
Dalam urusan dunia memang sebaiknya orang tua mengarahkan (bukan membiarkan) anak untuk berkembang sesuai minat bakatnya, orang tua tidak bisa memaksakan kehendak. Contoh: Punya anak laki-laki dari kecil senang otak-atik motor, kemudian orang tuanya mengarahkan ke jurusan otomotif bukan jurusan tata-boga. Sedangkan dalam urusan akhirat tidak bisa ditawar lagi, apapun minat bakat anak, semua berkewajiban untuk ibadah.
Tidak semua apa yang dijelaskan dalam ilmu psikologi itu selalu tepat, terlebih kita sebagai umat Islam harus pandai menyaring, mana yang bisa kita pergunakan. Orang tua punya kewajiban dalam mendampingi dan mengarahkan anak-anaknya, karena kelak kita sebagi orang tua akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, sebagaimana Sabda Rasulullaah SAW :
... وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْهُمْ  (رواه مسلم في كتاب الإمارة)
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarga dan akan ditanya tentang mereka, begitupula seorang perempuan (istri) adalah pemimpin/penjaga atas rumah suaminya dan anak suaminya  dan dia akan ditanya tentang mereka.
3.    Membiayai Pendidikan
Ayah-bunda yang saya sayangi, anak adalah aset bagi orang tua, anak adalah investasi berharga bagi orang tua. Oleh karena itu agar anak-anak kita bisa berhasil dunia-akhiratnya dibutuhkan dukungan biaya. Yang perlu ayah-bunda ketahui, pembiayaan pendidikan disini bukan hanya serta merta pendidikan duniawi saja (sekolah), melainkan dukungan biaya dalam hal pendidikan agama harus lebih diperhatikan. Misalnya saja : membelikan kitab (Al-Qur’an dan Al-Hadits) untuk anaknya, membelikan perlengkapan mengaji, membelikan alat-alat ibadah, termasuk bagi yang diberi kemampuan finansial lebih bisa ikut shodaqoh, membantu peningkatan sarana-prasarana di tempat anaknya mengaji.
4.    Meluangkan waktu
Ayah-bunda yang saya cintai, perhatian orang tua kepada anaknya tidaklah hanya serta-merta berupa materi melainkan orang tua bisa luangkan waktunya untuk anak dan keluarganya. Apalah artinya bekerja dari pagi sampai malam, jika pada akhirnya waktu berkumpul bersama anak dan keluarga tidak ada.
Meluangkan waktu disini tidak harus sehari penuh, 1 jam yang bermanfaat dan berkualitas itu lebih baik daripada berjam-jam yang tidak bermanfaat. Meluangkan waktu disini bisa dimanfaatkan untuk ajari anak mengaji, nasehat, bermusyawarah keluarga, bertanya tentang kegiatan anak sehari-hari, bercengkrama, bermain bersama. Kelak anak akan bersyukur jika memiliki orang tua yang banyak meluangkan waktu untuk bersama dan mendidik anaknya.
5.    Membangun Komunikasi dengan Guru

Ayah-Bunda yang budiman, selanjutnya dalam rangka perhatian kita kepada pendidikan anak-anak kita, komunikasi dengan guru sangat dibutuhkan. Sebagai orang tua hendaknya terbuka kepada guru tentang kondisi anaknya, agar guru dapat perlakukan anak sesuai dengan kondisinya. Begitu pula orang tua hendaknya syukuri informasi yang didapatkan dari guru tentang anaknya, apabila guru melaporkan perkembangan yang tidak baik, orang tua hendaknya tidak merasa dijatuhkan, dijelek-jelekkan, justru malah disyukuri terlebih dulu berarti masih ada kesempatan untuk membina dan merubah anaknya menjadi lebih baik. 
sumber : Psikologi mengaji, Mas Akmaludin Akbar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


“Menjadi Pondok Pesantren Yang berkemampuan global dalam dakwah Islam sehingga mendorong Umat Islam dan umat manusia pada umumnya memiliki kehidupan Yang sejahtera berbasis agama, kejujuran, amanah, hemat dan kerja keras, rukun,kompak serta dapat bekerjasama dengan baik”.