Selasa, 11 Januari 2011

Kiat mencari ilmu dan kefahaman

Firman Allah SWT:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَ يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (سورة الحديد:16)

Artinya: Adakah belum datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyu’ (tunduk) hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang diberi Al-kitab sebelumnya (taurat, injil), kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasiq.

Kesempatan bagi para pemuda untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya masih sangat luas. Banyak ulama’ shalihin yang mengajarkan Al-Qur`an dan Al-Hadits masih berada di tengah-tengah kita. Dan mereka siap untuk menyampaikan ilmu tersebut, hendaknya kesempatan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga para pemuda menjadi orang yang ‘alim dan faqih.

Para pemuda sebagai generasi penerus perlu bertanya kepada dirinya sendiri; seberapa banyakkah Al-Qur`an dan Al-Hadits yang sudah dikaji? Sebagai generus yang bertanggung jawab tentu akan berupaya untuk sungguh-sungguh mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya. Syukur-syukur bisa mengkhatamkan Al-Qur`an (bacaan, makna, keterangan) ditambah dengan qiro`ah sab’ahnya dan Hadits Kutubussittah. Khatam yang bukan sekedar khatam, namun benar-benar dapat memahami ilmu secara mendalam. Sehingga juga berhasil menjadi orang yang alim dan faqih sebagaimana para pendahulunya dan pada saatnya nanti bisa melanjutkan perjuangan agama Allah yang haq ini.

Seorang yang alim dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits memiliki kemampuan:

1- Membaca Al-Qur`an dan Al-Hadits dengan fasih dan benar

2- Mengerti makna dan keterangan Al-Qur`an dan Al-Hadits

3- Memahami ayat-ayat Al-Qur`an dan Al-Hadits, sehingga dapat mengistinbathkan (mengeluarkan) hukum dan dapat menempatkan pada tempatnya serta memahami pengertian-pengertian lainnya sesuai dengan yang sebenarnya.

4- Menghayati prinsip-prinsip kebenaran Al-Qur`an dan Al-Hadits secara teori dan praktek sehingga bisa mengamalkannya secara benar

Sedangkan seorang yang faqih adalah orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya.

Sebagai usaha untuk menjadi orang yang yang alim dan faqih adalah:

1. Tertib dan hobi mengaji Al-Qur`an dan Al-Hadits.

Seiring dengan perkembangan zaman, akhir-akhir ini sering terjadi mengaji hanya sebatas sebagai pengetahuan, menggugurkan kewajiban, kegiatan rutin, bukan dijadikan sebagai sarana dan kebutuhan untuk meningkatkan kefahaman serta keimanan, bahkan ada juga yang mencari ilmu hanya untuk bangga-banggaan tidak untuk diamalkan. Hal ini adalah merupakan kesalahan yang tidak boleh dibiarkan berlanjut tetapi harus diluruskan agar menjadi benar serta dinasehatkan agar di dalam mengaji benar-benar bisa karena Allah dalam rangka melaksanakan kewajiban serta mempunyai harapan dapat meningkatan kefahaman dan menambah keimanan.

Sabda Rasulullah SAW :

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ ، وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ (رواه البخارى في كتاب العلم)

Artinya: Barangsiapa yang Allah menghendaki baik padanya, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama, dan sesungguhnya ilmu hanya didapatkan dengan belajar (mengaji)

يَاأَيُّـهَا النَّاسُ إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَالْفِقْهُ بِالتَّفَقُّهِ وَمَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَإِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُ * رواه الطبرانى

Artinya: Wahai manusia sesungguhnya ilmu hanya didapatkan dengan belajar (mengaji) dan faham agama itu hanya diperoleh dengan mencari kefahaman. Dan barangsiapa yang Allah menghendaki baik padanya, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama, dan sesungguhnya yang takut kepada Allah hanya hamba-hamba Allah yang berilmu.

Sebagai orang iman, dalam mengaji harus bisa memahami bahwa yang dikaji adalah firman Allah (wahyu Allah) dan sunah Rasulullah SAW yang merupakan polnya ilmu. Sehingga dalam mengaji harus mencerminkan sikap yu’azhim sya’airullah, diantaranya: meletakkan kitab pada tempat yang layak, duduk dengan sopan, ta`zhim kepada ustadz, mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghayati secara mendalam terhadap ayat-ayat atau hadits yang sedang diterangkan oleh mubaligh-muballighotnya. Apabila belum jelas minta diulangi keteranganya sehingga benar-benar mengerti dan faham terhadap isi dari Al-Qur`an dan Al-Hadits yang telah dikajinya. Jangan sampai pada waktu mengaji ngobrol dengan temannya, sibuk bermain HP, melamun, mengantuk, tidur, saur manuk, menulis/mencoret-coret yang tidak ada hubungannya dengan yang dikaji, meremehkan ustadznya, sehingga tidak memperoleh kefahaman dan tidak menambah keimanan.

Mengaji supaya dijadikan hobi bagi satu-satunya orang iamn, karena dengan mengaji kita akan bertambah ilmu, mengetahui haq dan batal, benar dan salah, halal dan harom sehingga akan menambah kefahaman dan keimanan bagi satu-satunya jama’ah. Firman Allah :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُه زَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَعَلى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ * سورة الأنفال 2

Artinya: Sesungguhnya yang disebut sebagai orang iman itu adalah orang-orang yang ketika disebut nama Allah maka tergetar hatinya dan ketika dibacakan atas mereka ayat-ayat Allah maka tambah imannya dan terhadap tuhannya mereka berserah diri.

Dari dalil-dalil diatas dapat disimpulkan bahwa adalah suatu kesalahan jika seseorang merasa sudah faham tanpa menertibkan mengaji. Dengan tidak tertibnya seseorang dalam mengaji itu menunjukkan bahwa kefahaman seseorang itu rendah. Oleh karena itu kita harus berusaha untuk bisa rajin dan tertib dalam mendatangi pengajian karena kefahaman tidak mungkin didapat tanpa menertibkan mengaji. Jika kurang mengaji, maka kita akan menjadi bodoh dan tidak faham agama karena tidak bisa membedakan antara yang haq dan batal, benar dan salah, halal dan harom sehingga mudah terpengaruh godaan syetan.

2.Memperbanyak mendengarkan nasehat agama dan juga mau memberikan nasehat.

Allah berfirman :

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِيْنَ (سورة الذاريات 55)

Artinya: Dan peringatkanlah Muhammad, maka sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.

Sehingga bagi orang iman jika menerima nasehat akan bermanfaat dan tambah kefahamannya, sebaliknya apabila tidak mau menerima nasehat (berpaling) berarti termasuk orang yang sombong diancam masuk neraka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ ... الحديث (رواه مسلم عن عبد الله بن مسعود)

Artinya: Tidak akan masuk surga seseorang yang ada dalam hatinya seberat semut dari kesombongan.

Firman Allah :

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِى فَإِنَّ لَه مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُه يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمى * سورة طه 124

Artinya:Barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya bagi dia kehidupan yang sempit (di dunianya) dan akan Kami kumpulkan dia di hari kiamat dalam keadaan buta.

Dengan sering mendengarkan nasehat, kita akan selalu mendapatkan penerangan dan peringatan ke jalan yang benar. Jika langkah kita sudah benar maka dengan nasehat itu kita bisa tambah yakin dan bisa bersyukur, karena kita sudah di dalam kebenaran. Jika langkah kita salah, maka dengan nasehat itu kita jadi ingat dan bisa memperbaiki setiap kesalahan kita serta bisa bersyukur bahwa kita selalu mendapatkan pencerahan untuk menuju pada kebenaran.

3.Banyak bergaul dengan orang yang shalih.

Dengan banyak bergaul dengan orang yang shalih kita bisa termotivasi untuk meniru keshalihannya. Jika kita didapati melakukan kesalahan, akan diingatkan atau paling tidak kita akan merasa malu untuk berbuat kejelekan karena berada di lingkungan orang yang shalih. Akan tetapi jika kita bergaul dengan orang yang tidak shalih, jangankan dinasehati jika salah, bahkan kita akan diajak untuk mengerjakan pada kemaksiyatan.

Ingat Sabda Rasulallah SAW:

مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيْسِ السُّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيْرِ الْحَدَّادِ لاَ يَعْدِمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيْهِ أَوْ تَجِدُ رِيْحَهُ وَكِيْرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيْحًا خَبِيْثَةً * رواه البخارى في كتاب البيوع

Artinya: Perumpamaan teman bergaul yang sholih dan teman bergaul yang jelek adalah sebagaimana penjual minyak wangi dan ubupan (perapian) pandai besi. Penjual minyak wangi tidak akan melewati padamu, adakalanya kamu akan membeli minyak wangi itu darinya, atau (paling tidak) kamu akan mendapatkan bau wanginya. Dan (sedangkan) pandai besi akan membakar badanmu atau pakaianmu atau (paling tidak) akan kamu dapatkan bau sangitnya.

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ (رواه أبو داود في كتاب الأدب حسن)

Artinya: Seorang laki-laki itu menetapi kebiasaan teman dekatnya, maka hendaklah ia melihat siapa yang menjadi teman dekatnya.

Oleh karena itu menentukan teman bergaul adalah sangat penting, karena sebagian waktu kita berada di sisi teman pergaulan kita. Sedangkan manusia ada kelemahan untuk mudah mengikuti sesuatu yang cenderung melanggar daripada mengikuti hal-hal yang baik. Dengan banyak bergaul dengan orang iman yang faham dan sholih, maka walaupun kita tidak bisa belajar ilmu kepadanya, paling tidak sebagian waktu kita akan banyak disibukkan dengan hal-hal yang baik dan mengurangi waktu-waktu untuk lahan dan melanggar sehingga akan menambah mantapnya kefahaman dalam beribadah.

Pentingnya ilmu dalam melaksanakan Ibadah

Modernisasi dengan dampak negatif dari kemajuan teknologinya mengakibatkan terjadinya perubahan peradaban manusia, pola pikir dan bergesernya nilai moral yang semua itu semakin menjauhkan manusia dari ajaran-ajaran dan hukum agama.

Menyadari akan besarnya bahaya dari pengaruh kemaksiyatan maka menjadi ‘alim dan faqih terhadap Al-Qur`an dan Al-Hadits merupakan satu-satunya pilihan, bagi keselamatan diri kita semua di dunia dan akhirat. Allah telah mengungkapkan ini dalam firmanNya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (سورة فاطر 28)

Artinya: Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang berilmu.

Telah kita sadari dan pahami bersama bahwa tugas pokok manusia sebagai hamba Allah yang diciptakan dan diberi kesempatan menikmati kehidupan di dunia ini adalah beribadah kepada Allah. Kewajiban ini harus dilaksanakan sendiri oleh setiap individu, tidak bisa diwakilkan, kapan saja, dimana saja dan dalam keadaan bagaimana saja, tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apapun, sesuai dengan firman Allah SWT:

وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ (سورة الذاريات 56)

Artinya: Dan Aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia kecuali supaya menyembah kepadaKu

Setelah Allah menetapkan kewajiban terhadap jin dan manusia untuk beribadah kepadaNya, Allah mengutus para Nabi dan Rasul dengan diberi wahyu yang berisikan syariat dan tuntunan ibadah yang harus dikerjakan secara mukhlis, sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ ...الآية (سورة البينة 5)

Artinya: Mereka tidak diperintah kecuali beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama bagiNya.

Dengan demikian manusia di dalam melaksanakan kewajiban beribadah kepada Allah tidak boleh menurut kehendaknya sendiri, mereka-reka dengan pikirannya, mencampur ibadah dengan bid’ah, khurofat, syirik maupun takhayul. Harus benar-benar murni sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan RasulNya. Karena itu Allah mewajibkan kepada hambaNya untuk mencari ilmu dan beribadah beradasarkan ilmunya. Sebagaimana firman Allah SWT :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ... الآية (سورة محمد 19)

Artinya: Ketahuilah (mencari ilmulah) bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah.

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً (سورة الإسراء 36)

Artinya: Dan janganlah engkau beramal apa yang tidak engkau ketahui ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan ditanya tentangnya.

Dan sabda Rasulullah SAW:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ ...الحديث (رواه ابن ماجة في كتاب العلم صحيح)

Artinya: Mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap orang islam.

Dengan demikian sudah jelas bahwa kewajiban mencari ilmu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kewajiban beribadah yang harus dilaksanakan setiap individu muslim tanpa bisa diwakilkan apalagi ditinggalkan.

Berkaitan dengan kewajiban beribadah maka ilmu yang wajib dicari adalah yang bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadits. Diriwayatkan dalam Hadits:

الْعِلْمُ ثَلاَثَةٌ وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيضَةٌ عَادِلَةٌ (رواه أبو داود في كتاب الفرائض)

Artinya: Ilmu (yang wajib dicari) ada tiga, selainnya adalah kefadholan (tambahan) yaitu: ayat yang dijadikan hukum (Al-Qur`an), sunnah yang tegak (Al-Hadits) dan ilmu pembagian waris yang adil.

Al-Qur`an dan Al-Hadits sudah sempurna sebagai pegangan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan dijamin pasti benarnya, pasti sahnya, pasti diterimanya dan pasti surganya. Perhatikan dalil-dalil di bawah ini:

وَأَنَّ هذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (سورة الأعراف 153)

Artinya: “Dan inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dan janganlah engkau mengikuti beberapa jalan, akibatnya jalan-jalan itu akan pecah belah bersama kalian jauh dari jalan Allah, demikian wasiat Allah kepada kamu sekalian agar kamu sekalian menjadi orang yang taqwa”.

وَمَا ءاتكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهيكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا وَاتَّقُوْا اللهَ اِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ . سورة الحشر 7

Artinya: “Dan apa-apa yang Rasul berikan pada kalian maka terimalah dan apa-apa yang Rosul larang maka hindarilah dan takutlah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah itu berat siksanya”.

اَلاَ اِنِّى اُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ ... الحديث (رواه ابو داود في كتاب السنة صحيح)

Artinya: “Ketahuilah aku telah diberi sebuah kitab (Al-Qur`an) dan bersamanya sesuatu yang menyerupainya(Al-Hadist)”.

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ (رواه مالك في الموطأ في كتاب الجامع)

Artinya: “Telah aku tinggalkan di kalangan kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu kitab Allah (Al-Qur`an) dan sunnah nabi (Al-Hadits)”.

Dalam kurun waktu ± 23 tahun Rasulullah SAW menerima wahyu Al-Qur`an serta Al-Hadits secara bertahap sampai akhirnya sempurna. Selama masa kenabiannya Rasulullah SAW menjalankan kewajiban berdakwah, menyampaikan risalah dan mengajarkan ilmu yang beliau terima. Para sahabat dengan giat dan semangat berlomba-lomba mencari dan berusaha menguasai ilmu yang diajarkan Rasulullah SAW.

Ketika Rasulullah SAW masih di Makkah sebagian besar kegiatan ibadah umat Islam saat itu masih berupa penyampaian dan penerimaan ilmu terutama yang berkaitan dengan aqidah tauhid. Keadaan ini menggambarkan peran pentingnya ilmu dikalangan umat islam dalam menjalankan ibadahnya.

Perhatian dan kesungguhan para sahabat yang kemudian diikuti tabi’in, tabi’inattabi’in dan ulama’ sholihin dalam usaha mencari ilmu, memahami, mengamalkan dan menjaga kemurniannya dapat dibuktikan berupa warisan ilmu yang mereka tinggalkan.

Ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadits-hadits Rasulullah SAW tertanam kuat di hati para sahabat dan menjadi hafalan mereka. Maka tatkala banyak sahabat penghafal Al-Qur`an gugur di medan perang diupayakan penghimpunan Al-Qur`an pada masa kholifah Abu Bakar dan kemudian dibukukan dalam mushhaf pada masa kekholifahan Utsman bin Affan. Penulisan dan pembukuan Hadits-hadits Nabi SAW juga dilaksanakan kemudian, yakni pada masa keamiran Umar bin Abdul Aziz.

Untuk menjaga keotentikan Hadits-hadits nabawi para ulama’ memelihara sanadnya atau isnadnya, yakni silsilah mata rantai seorang guru dari gurunya sebagai rowi yang meriwayatkan sebuah Hadits. Dengan meneliti keadaan setiap rowi dalam isnad Hadits akan dapat ditentukan mana Hadits palsu dan munkar yang tidak boleh diamalkan dan mana Hadits-hadits yang dapat diamalkan. Usaha para ulama’ Islam dalam menjaga keotentikan ilmu seperti ini tidak pernah dilakukan umat sebelumnya dan tidak pernah dilakukan oleh ilmuwan di bidang lain. Inilah hasil karya keilmuan ulama’ Islam yang tidak tertandingi oleh ilmuwan manapun.

Semua ini dilakukan semata-mata karena pentingnya ilmu (Al-Qur`an dan Al-Hadits) sebagai pedoman ibadah. Dengan ilmu yang disampaikan (manqul) secara disandarkan pada silsilah guru (musnad) yang sambung bersambung (muttashil) sampai kepada Rasulullah SAW sebagai penerima wahyu dari Allah SWT, tidak ada keraguan sedikitpun bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadahnya berdasarkan Al-Qur`an dan Al-Hadits.

Terutama bagi kita saat ini yang hidup jauh dari masa kehidupan Rasulullah SAW dalam beribadah harus tetap berpegang teguh pada Al-Qur`an dan Al-Hadits agar tetap selamat dunia dan akherat, ingat pesan Rasulullah SAW dalam Hadits di bawah ini.

عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ يَقُولُ وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ r مَوْعِظَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ هذِهِ لَمَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا قَالَ قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاَّ هَالِكٌ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَعَلَيْكُمْ بِالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّمَا الْمُؤْمِنُ كَالْجَمَلِ اْلأَنِفِ حَيْثُمَا قِيدَ انْقَادَ (رواه ابن ماجة في كتاب المقدمة صحيح)

Artinya: Dari ‘Irbadh bin Sariyah dia berkata: Rasulullah SAW memberi nasehat kepada kami yang membuat air mata berlinang dan hati merasa takut, kemudian kami berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah nasehatnya orang yang pamitan, maka apa yang engkau perintahkan pada kami? Rasulullah menjawab: Sungguh aku tinggalkan di kalangan kamu sesuatu yang putih bersih (terang benderang), malamnya bagaikan siangnya, tidak menyimpang darinya setelah (mati)ku kecuali orang yang rusak. Barang siapa dari kalian yang masih hidup (setelah matiku) maka akan melihat banyak perselisihan, tetapilah apa yang kamu tahu dari sunahku dan sunah para khalifah yang benar dan mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi geraham. Dan tha’atlah walaupun kepada hamba habsyi. Sesungguhnya (tiada lain) orang iman itu bagaikan unta yang dikeluh (hidungnya diberi tali kendali), kemanapun dia dituntun maka dia mengikutinya.


“Menjadi Pondok Pesantren Yang berkemampuan global dalam dakwah Islam sehingga mendorong Umat Islam dan umat manusia pada umumnya memiliki kehidupan Yang sejahtera berbasis agama, kejujuran, amanah, hemat dan kerja keras, rukun,kompak serta dapat bekerjasama dengan baik”.