Jumat, 11 Februari 2011

Mengenal Produk Pembiayaan Bank Syariah


PDF Print E-mail

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah. Dan apa saja yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” QS. Ar-Rum, 30:39
Fakta telah membuktikan bahwa bank syariah relatif lebih tahan terhadap krisis moneter jika dibandingkan dengan bank konvensional, karena perkembangan bank syariah lebih sejalan dengan perkembangan dunia usaha. Sepanjang perputaram roda usaha masih berjalan, bank syariah akan tetap berkembang. Meskipun laju pertumbuhan relatif rendah sejalan dengan laju pertumbuhan dunia usaha.

Meskipun keduanya mempunyai kesamaan sebagai lembaga bisnis, namun ada perbedaan karakteristik yang menonjol antara bank syariah dengan bank konvensional. Dalam bank syariah, factor ekonomi bukan merupakan pertimbangan dasar di dalam menjalankan kegiatan usahanya, melainkan ada yang jauh lebih penting yaitu pertimbangan moral/agama. Oleh sebab itu, produk-produk pelayanan yang diberikan oleh bank syariah senantiasa mengedepankan prinsip halal dan haram. Sebaik apapun prospek dan keuntungan yang dijanjikan oleh sector yang dibiayai, jika tidak mengacu pada prinsip halal dan maslahat maka pembiayaan tersebut wajib ditolak.

Hal demikian pada akhirnya tidak jarang melahirkan imej bahwa pengajuan pembiayaan di bank syariah prosesnya jauh lebih rumit dan prosedurnya relative berbelit. Ini karena dalam perbankan syariah lebih mengedepankan prinsip kehati-hatian atau prudent. Disinilah tugas pertama dari Marketing / Account Officer untuk memberikan pemahaman kepada calon Nasabah yang masih awam terhadap praktik syariah. Dalam praktik pembiayaan syariah selain harus melalui verifikasi legal seperti factor jaminan & legalitas usaha, analisa bisnis / kelayakan usaha, karakter nasabah juga harus lolos verifikas Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang mempunyai otoritas penuh dalam menilai atau memberikan “fatwa” halal dan haram usaha yang akan dibiayai. Belum lagi verifikasi data di Bank Indonesia untuk mengetahui karakter dan track record Nasabah melalui Sistem Informasi Debitur (SID).

Untuk itu, dalam usahanya untuk membantu kegiatan ekonomi masyarakat dengan segala jenis karakteristik usahanya masing-masing, bank syariah berdasarkan pada kemitraan mengeluarkan berbagai macam inovasi produk pembiayaan yang bersumber pada Al-quran & Al-Hadist. Produk pembiayaan bank syariah mengakses ke seluruh lapisan masyarakat, mulai dari lapisan atas hingga lapisan paling bawah yang mungkin saja tidak terjangkau oleh produk pembiayaan dari Bank Konvensional. Hal tersebut dimungkinkan karena :

a. Persyaratan pokok dari penerima kredit adalah kelayakan usaha.
b. Sebagian besar pembiayaan yang diberikan Bank Syariah adalah berupa talangan dana untuk pembelian barang yang diperlukan penerima pembiayaan, dimana barang tersebut masih milik bank apabila pembiayaan belum lunas.
c. Tidak ada penetapan di muka kewajiban membayar apapun kecuali :

1) Membayar cicilan hutang pada waktunya untuk penerima pembiayaan Bai Bithaman Ajil atau melunasi hutang pada jatuh tempo untuk penerima pembiayaan murobahah.
2) Menyerahkan bagian keuntungn usahanya kepada bank bagi penerima pembiayaan murobahah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati atau bagi penerima pembiayaan murobahah sesuai dengan porsi penyertaan bank.
3) Membayar biaya administrasi bagi nasabah penerima pembiayaan sesuai kesepakatan bersama.

Untuk menyalurkan dana pihak ketiga/nasabah, secara garis besar produk pembiayaan bank syariah terbagi dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunananya, yaitu :
1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti murobahah, salam, dan istishna, serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu Ijaroh.

Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka berdasarkan prosentase. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Musyarakah dan Mudharabah.

1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.

Transaksi jual beli ini dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang yaitu :
a. Pembiayaan Murobahah
Murobahah bitsaman ajil atau lebih dikenal sebagai Murobahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungan yang diambil dari barang yang akan dibeli nasabah terserbut. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, Murobahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh/cicil.

b. Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual-belikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan jangka waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

Ketentuan umum Salam :
- Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Misalnya jual beli 1 ton cabe merah keriting dengan harga Rp. 10.000-/kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
- Apabila hasil produksi yang diterima ternyata cabe rawit (bukan cabe merah keriting) atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
- Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti; pedagang cabe merah keriting di Pasar Induk Kramat Jati atau pedagang cabe merah keriting di Pasar. Cibitung. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.

c. Pembiayaan Istishna
Produk istishna pada dasarnya menyerupai produk Salam, namun dalam Istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim Istishna dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

Ketentuan Umum :
- Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.

2. Prinsip Sewa (Ijaroh)
Transaksi Ijaroh dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip Ijaroh sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada Ijaroh objek transaksinya adalah jasa.

Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya pada nasabah. Karena itu dalam perbankan Syariah dikenal Ijaroh Muntahhiyah Bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan yang didasarkan prinsip bagi hasil diantaranya adalah :
a. Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah Musyarakah (Syirkah atau Syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama.

Ketentuan umum :
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek Musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek Musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti :
· Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
· Menjalankan proyek Musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
· Memberi pinjaman kepada pihak lain.
· Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
· Setiap pemilik modal dapat dianggap mengakhiri kerjasama apabila; Menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia aau menjadi tidak cakap hukum
· Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama, keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
· Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank

b. Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudhorib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari Mudhorib.

Ketentuan umum :
· Jumlah modal yang diserahkan kepada Mudharib harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam jumlah satuan uang.
· Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara :
1. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
2. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
· Hasil usaha dibagi dalam prosentase yang disetujui dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.
· Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.

Khasanah Pustaka :
1. H. Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jilid 2 (1995)
2. Produk Perbankan Syariah, (Karim Business Consulting, 200)

Oleh : Ibnu Anwaruddin, SH.,
Pengurus DPP LDII / Advokat , dikutip dari www.nuansaonline.net


Tidak ada komentar:

Posting Komentar


“Menjadi Pondok Pesantren Yang berkemampuan global dalam dakwah Islam sehingga mendorong Umat Islam dan umat manusia pada umumnya memiliki kehidupan Yang sejahtera berbasis agama, kejujuran, amanah, hemat dan kerja keras, rukun,kompak serta dapat bekerjasama dengan baik”.