1. Mengutamakan
Pendidikan Agama
Ayah-bunda yang saya muliakan, utamakanlah pendidikan agama
untuk anak-anak kita. Bukan berarti mengesampingkan ilmu dunia, namun yang
perlu kita ingat kembali ilmu apa yang seharusnya jadi prioritas untuk kita
ajarkan dan dimiliki oleh anak. Sebagaimana diriwayatkan dalam Al-Hadits, Rasulullah SAW bersabda :
الْعِلْمُ ثَلاَثَةٌ وَمَا سِوَى ذٰلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ
مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيْضَةٌ عَادِلَةٌ (رواه أبو داود في
كتاب الفرائض )
Ilmu (yang wajib dicari) ada
tiga, selainnya adalah kefadlolan (tambahan) yaitu: ayat yang dijadikan hukum
(Al-Qur`an), sunnah yang tegak (Al-Hadits) dan ilmu pembagian waris yang adil.
Oleh karena itu, Ayah-bunda yang bijaksana, jangan sampai
anak-anak kita pandai dalam ilmu duniawi namun lemah dalam ilmu akhirat. Terlebih Allah SWT tidak menyukainya, sebagaimana Sabda
Rasulullaah SAW :
إِنَّ اللهَ تَعاَلىَ
يُبْغِضُ كُلَّ عاَلِمٍ باِلدُّنْياَ جاَهِلٍ باِلآخِرَةِ
(رواه الحاكم في تاريخه والديلمي صحيح)
Sesungguhnya Allah Yang Maha Luhur murka pada tiap-tiap
orang yang pandai ilmu dunia yang bodoh dalam ilmu akhirat
Adapun dalam mengutamakan pendidikan agama, yang harus
dilakukan orang tua kepada anaknya, antara lain :
a. Memantapkan
Akidahnya (Keimanannya)
Iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-malaikat Allah,
Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, iman kepada hari akhir, iman kepada qodar
baik maupun buruk semua dari Allah, adalah merupakan akidah yang benar sebagai modal
dasar bagi anak dalam mengarungi kehidupannya. Tanpa akidah yang kuat, anak
tidak akan mampu memagari dirinya dari pengaruh-pengaruh negatif. Dengan akidah
yang kuat, ketahanan keimanan anak juga akan kuat. Oleh karena itu dari sejak
kecil orang tua sudah harus mengenalkan dan menumbuhkan rasa cinta kepada
Allah, cinta kepada Rasulullah dan cinta kepada orang-orang yang shalih, senang
dengan kisah-kisah teladan para Nabi, Shahabat Nabi dan Ulama` shalih, serta
senang mendatangi majlis ilmu. Orang tua itu ibarat arsitek yang seharusnya
memiliki rencana dan strategi ke depan anaknya mau dijadikan seperti
apa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ عَلَى
الْفِطْرَةِ وَأَبَوَاهُ بَعْدُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
فَإِنْ كَانَا مُسْلِمَيْنِ فَمُسْلِمٌ … الحديث (رواه مسلم في كتاب
القدر)
Tiap-tiap
manusia dilahirkan oleh ibunya atas fithroh (bersih dari dosa), kemudian
setelah itu kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak itu yahudi, nashroni
atau majusi. Jika kedua orang tuanya islam, maka seharusnya anaknya juga islam
Tentu semua orang tua inginkan anaknya jadi anak yang sukses, bahagia
dunia-akhirat.
Mayoritas orang tua menganggap hal terpenting saat ini adalah memikirkan masa
depan anak. Anak harus jadi dokter, tentara, polisi, pejabat dan berbagai profesi duniawi lainnya. Hal
ini tidak salah, hanya saja seandainya orang tua tahu, dengan dibekali akidah
sejak kecil, saat dewasa nanti bukan hanya jadi dokter, melainkan juga jadi dokter
yang alim dan berjiwa penyayang; bukan hanya jadi tentara dan polisi, melainkan
juga jadi tentara dan polisi yang alim dan berakhlak mulia; bukan hanya jadi
pejabat, tapi juga jadi pejabat yang alim, jujur dan amanah. Otomatis jika anak
sudah di tanamkan akidah dari kecil, sebagai anak yang shalih dan shalihah akan
membalas budi baik dan membahagiakan orang tuanya di dunia sampai akhirat.
Terlebih Allah SWT sudah memberi gambaran keutamaan memiliki anak-anak yang shalih dan shalihah. Sebagaimana dalam Firman Allah SWT :
وَالَّذِيْنَ
آمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيـْمَانٍ أَلْـحَقْنَا بِـهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ
بِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ (سورة الطور
21)
Dan orang-orang yang
beriman dan anak-anaknya mengikuti mereka dengan keimanan, maka Kami akan
menyusulkan anak turun mereka kepada derajat mereka di surga. Dan Kami tidak
mengurangi pahala anak mereka (orang tua) sedikit pun. Setiap orang digadaikan
dengan perbuatannya.
Dan
Sabda Rasulullah SAW :
أَنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ
دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ أَنَّى هٰذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَـارِ
وَلَدِكَ لَكَ
(رواه ابن ماجه في كتاب الأدب ، قال الشيخ الألباني: حسن)
Sesungguhnya seorang laki-laki niscaya diangkat derajatnya di surga, maka
dia bertanya, ”Bagaimana ini?” Maka dijawab, ”Sebab permohonan ampunan anakmu
bagimu.”
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ
مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
(رواه مسلم في
كتاب الوصية)
Ketika manusia telah
meninggal, maka putuslah semua amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah yang
mengalir, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak shalih yang mendoakan orang
tuanya.
b. Memperbaiki Akhlaknya
Sebagaimana akidah, pembinaan akhlak juga harus dilakukan
sejak masa kanak-kanak. Tentu saja, pembimbing utamanya adalah orang tua. Oleh
karena itu orang tua hendaknya menyadari pengaruh keberadaan dan tingkah laku
mereka terhadap perkembangan akhlak anak mereka. Ingat! Orang tua adalah yang
pertama kali mengajarkan bagaimana anak berbicara dan bersikap. Orang tua
adalah yang
pertama dicontoh oleh anak dalam berperilaku. Akhlak dari anak bergantung bagaimana orang tua menyiapkan
dan menanamkannya. Jangan sampai orang tua hanya menyalahkan lingkungan. Memang
lingkungan sangat memengaruhi anak, terutama saat remaja, hanya saja jika
dari sejak kecil anak sudah berada di bawah pengawasan dan dapatkan bimbingan
dari orang tua, maka saat remaja anak akan lebih mudah diarahkan.
c. Rajinkan
Ibadahnya
Setelah akidah dan akhlak anak kuat, orang tua
selanjutnya menekankan pada aspek ibadah. Terlebih dalam hal ibadah ini yang
harus diperhatikan oleh orang tua adalah shalat. Sebagaimana dicontohkan Firman
Allah dalam Al-Qur’an ketika Luqman menasehati anaknya tentang shalat :
يَا
بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ(سورة لقمان 17)
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya
yang demikian itu termasuk tetapnya perkara.
Bahkan Rasulullaah SAW sendiri mengingatkan orang tua
untuk mengajari anaknya shalat, sebagaimana Sabda Rasulullaah SAW :
مُرُوا الصَّبِىَّ
بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ
فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا (رواه أبو داود – حسن صحيح)
Perintahlah anak kecil
untuk (mengerjakan) shalat ketika telah berumur 7 tahun, dan ketika telah
berumur 10 tahun maka pukullah dia karena meninggalkan shalat.
Selain mengajarkan dan
memperhatikan ibadah shalat dan ibadah wajib lainnya, orang tua hendaknya juga
mengajarkan anak untuk mencintai dan menjalani sunnah Rasulullah, menanamkan kecintaan
untuk membaca Al-Qur’an, hobi mengaji, senang mendengarkan nasehat, termasuk
juga senang bersedekah dan membantu orang lain. Sekali lagi, orang tua juga
harus memberikan contoh dan disiplinkan ibadahnya terlebih dahulu.
2. Tidak
Membiarkan Anak Berkembang Sendirian
Ayah-bunda yang saya banggakan, saat ini ada orang tua
yang salah dalam mempraktekkan ilmu psikologi / parenting skill, dimana banyak
buku, banyak pembicara yang mengatakan “biarkan anak kita memilih jalan
hidupnya sendiri”. Kalau anak-anak bisa memilih jalan hidupnya sendiri apa
bedanya kita dengan binatang? Justru anak manusia diberikan Allah SWT kepada
kita, untuk dibimbing dan diarahkan.
Dalam urusan dunia memang sebaiknya orang tua mengarahkan
(bukan membiarkan) anak untuk berkembang sesuai minat bakatnya, orang tua tidak
bisa memaksakan kehendak. Contoh: Punya anak laki-laki dari kecil senang
otak-atik motor, kemudian orang tuanya mengarahkan ke jurusan otomotif bukan jurusan tata-boga. Sedangkan dalam urusan akhirat tidak bisa ditawar lagi, apapun minat bakat anak,
semua berkewajiban untuk ibadah.
Tidak semua apa yang dijelaskan dalam ilmu psikologi itu
selalu tepat, terlebih kita sebagai umat Islam harus pandai menyaring, mana
yang bisa kita pergunakan. Orang tua punya kewajiban dalam mendampingi dan
mengarahkan anak-anaknya, karena kelak kita sebagi orang tua akan dimintai
pertanggungjawaban di akhirat, sebagaimana Sabda Rasulullaah SAW :
... وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ
مَسْئُوْلٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ
مَسْئُوْلَةٌ عَنْهُمْ (رواه مسلم في كتاب
الإمارة)
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarga dan akan
ditanya tentang mereka, begitupula seorang perempuan (istri) adalah
pemimpin/penjaga atas rumah suaminya dan anak suaminya dan dia akan ditanya tentang mereka.
3. Membiayai
Pendidikan
Ayah-bunda yang saya sayangi, anak adalah aset bagi orang tua,
anak adalah investasi berharga bagi orang tua. Oleh
karena itu agar anak-anak kita bisa berhasil dunia-akhiratnya dibutuhkan dukungan biaya. Yang perlu ayah-bunda
ketahui, pembiayaan pendidikan disini bukan hanya serta merta pendidikan
duniawi saja (sekolah), melainkan dukungan biaya dalam hal pendidikan agama
harus lebih diperhatikan. Misalnya saja : membelikan kitab (Al-Qur’an dan
Al-Hadits) untuk anaknya, membelikan perlengkapan mengaji, membelikan alat-alat
ibadah, termasuk bagi yang diberi kemampuan finansial lebih bisa ikut shodaqoh,
membantu peningkatan sarana-prasarana di tempat anaknya mengaji.
4. Meluangkan
waktu
Ayah-bunda yang saya cintai, perhatian orang tua kepada
anaknya tidaklah hanya serta-merta berupa materi melainkan orang tua bisa luangkan
waktunya untuk anak dan keluarganya. Apalah artinya bekerja dari pagi
sampai malam, jika pada
akhirnya waktu berkumpul bersama anak dan keluarga tidak ada.
Meluangkan waktu disini tidak harus sehari penuh, 1 jam yang
bermanfaat dan berkualitas itu lebih baik daripada berjam-jam yang tidak
bermanfaat. Meluangkan waktu disini bisa dimanfaatkan untuk ajari anak mengaji,
nasehat, bermusyawarah keluarga, bertanya tentang kegiatan anak sehari-hari,
bercengkrama, bermain bersama. Kelak anak akan bersyukur jika memiliki orang
tua yang banyak meluangkan waktu untuk bersama dan mendidik anaknya.
5. Membangun
Komunikasi dengan Guru
Ayah-Bunda yang budiman, selanjutnya dalam rangka
perhatian kita kepada pendidikan anak-anak kita, komunikasi dengan guru sangat
dibutuhkan. Sebagai orang tua hendaknya terbuka kepada guru tentang kondisi
anaknya, agar guru dapat perlakukan anak sesuai dengan kondisinya. Begitu pula
orang tua hendaknya syukuri informasi yang didapatkan dari guru tentang
anaknya, apabila guru melaporkan perkembangan yang tidak baik, orang tua
hendaknya tidak merasa dijatuhkan, dijelek-jelekkan, justru malah disyukuri
terlebih dulu berarti masih ada kesempatan untuk membina dan merubah anaknya
menjadi lebih baik.
sumber : Psikologi mengaji, Mas Akmaludin Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar