Jumat, 03 Januari 2014

Upaya dalam mencari ilmu dan kefahaman

Upaya dalam mencari ilmu dan kefahaman
Firman Allah SWT:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَ يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (سورة الحديد:16)
Artinya: Adakah belum datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyu’ (tunduk) hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang diberi Al-kitab sebelumnya (taurat, injil), kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasiq.

Kesempatan bagi para pemuda untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya masih sangat luas. Banyak ulama’ shalihin yang mengajarkan Al-Qur`an dan Al-Hadits secara manqul musnad muttashil masih berada di tengah-tengah kita. Dan mereka siap untuk menyampaikan ilmu tersebut, hendaknya kesempatan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga para pemuda menjadi orang yang ‘alim dan faqih.

Para pemuda sebagai generasi penerus perlu bertanya kepada dirinya sendiri; seberapa banyakkah Al-Qur`an dan Al-Hadits yang sudah dikaji? Sebagai generus yang bertanggung jawab tentu akan berupaya untuk sungguh-sungguh mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya. Syukur-syukur bisa mengkhatamkan Al-Qur`an (bacaan, makna, keterangan) ditambah dengan qiro`ah sab’ahnya dan Hadits Kutubussittah. Khatam yang bukan sekedar khatam, namun benar-benar dapat memahami ilmu secara mendalam. Sehingga juga berhasil menjadi orang yang alim dan faqih sebagaimana para pendahulunya dan pada saatnya nanti bisa melanjutkan perjuangan agama Allah yang haq ini.

Seorang yang alim dalam  Al-Qur`an dan Al-Hadits memiliki kemampuan:
1-   Membaca  Al-Qur`an dan Al-Hadits dengan fasih dan benar
2-   Mengerti makna dan keterangan  Al-Qur`an dan Al-Hadits
3-   Memahami ayat-ayat  Al-Qur`an dan  Al-Hadits, sehingga dapat mengistinbathkan (mengeluarkan) hukum dan dapat menempatkan pada tempatnya serta memahami pengertian-pengertian lainnya sesuai dengan yang sebenarnya.
4-   Menghayati prinsip-prinsip kebenaran Al-Qur`an dan Al-Hadits secara teori dan praktek sehingga bisa mengamalkannya secara benar
Sedangkan seorang yang faqih adalah orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya.


Sebagai usaha untuk menjadi orang yang yang alim dan faqih adalah:
1.1. Tertib dan hobi mengaji Al-Qur`an dan Al-Hadits.
Seiring dengan perkembangan , akhir-akhir ini sering terjadi mengaji hanya sebatas sebagai pengetahuan, menggugurkan kewajiban, kegiatan rutin, bukan dijadikan sebagai sarana dan kebutuhan untuk meningkatkan kefahaman serta keimanan, bahkan ada juga yang mencari ilmu hanya untuk bangga-banggaan tidak untuk diamalkan. Hal ini adalah merupakan kesalahan yang tidak boleh dibiarkan berlanjut tetapi harus diluruskan agar menjadi benar serta dinasehatkan agar di dalam mengaji benar-benar bisa karena Allah dalam rangka melaksanakan kewajiban serta mempunyai harapan dapat meningkatan kefahaman dan menambah keimanan.
Sabda Rasulullah SAW :
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ ، وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ (رواه  البخارى في كتاب العلم)
Artinya: Barangsiapa yang Allah menghendaki baik padanya, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama, dan sesungguhnya ilmu hanya didapatkan dengan belajar (mengaji)
يَاأَيُّـهَا النَّاسُ إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَالْفِقْهُ بِالتَّفَقُّهِ وَمَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَإِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُ * رواه الطبرانى
Artinya: Wahai manusia  sesungguhnya ilmu hanya didapatkan dengan belajar (mengaji) dan faham agama itu hanya diperoleh dengan mencari kefahaman. Dan barangsiapa yang Allah menghendaki baik padanya, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama, dan sesungguhnya yang takut kepada Allah hanya hamba-hamba Allah yang berilmu.
Sebagai orang Jama’ah, dalam mengaji harus bisa memahami bahwa yang dikaji adalah firman Allah (wahyu Allah) dan sunah Rasulullah SAW yang merupakan polnya ilmu. Sehingga dalam mengaji harus mencerminkan sikap yu’azhim sya’airullah, diantaranya: meletakkan kitab pada tempat yang layak, duduk dengan sopan, ta`zhim kepada ustadz, mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghayati secara mendalam terhadap ayat-ayat atau hadits yang sedang diterangkan oleh mubaligh-muballighotnya. Apabila belum jelas minta diulangi keteranganya sehingga benar-benar mengerti dan faham terhadap isi dari Al-Qur`an dan Al-Hadits yang telah dikajinya. Jangan sampai pada waktu mengaji ngobrol dengan temannya, sibuk bermain HP, melamun, mengantuk, tidur, saur manuk, menulis/mencoret-coret yang tidak ada hubungannya dengan yang dikaji, meremehkan ustadznya, sehingga tidak memperoleh kefahaman dan tidak menambah keimanan.
Mengaji supaya dijadikan hobi bagi satu-satunya jama’ah, karena dengan mengaji kita akan bertambah ilmu, mengetahui haq dan batal, benar dan salah, halal dan harom sehingga akan menambah kefahaman dan keimanan bagi satu-satunya jama’ah.  Firman Allah :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُه زَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَعَلى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ * سورة الأنفال 2
Artinya: Sesungguhnya yang disebut sebagai orang iman itu adalah orang-orang yang ketika disebut nama Allah maka tergetar hatinya dan ketika dibacakan atas mereka ayat-ayat Allah maka tambah imannya dan terhadap tuhannya mereka berserah diri.
Dari dalil-dalil diatas dapat disimpulkan bahwa adalah suatu kesalahan jika seseorang merasa sudah faham tanpa menertibkan mengaji. Dengan tidak tertibnya seseorang dalam mengaji itu menunjukkan bahwa kefahaman seseorang itu rendah. Oleh karena itu jama’ah harus berusaha untuk bisa rajin dan tertib dalam mendatangi pengajian karena kefahaman tidak mungkin didapat tanpa menertibkan mengaji. Jika kurang mengaji, maka kita akan menjadi bodoh dan tidak faham agama karena tidak bisa membedakan antara yang haq dan batal, benar dan salah, halal dan harom sehingga mudah terpengaruh godaan syetan.

1.2. Memperbanyak mendengarkan nasehat agama dan juga mau memberikan nasehat.
Allah berfirman :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِيْنَ (سورة الذاريات  55)
Artinya: Dan peringatkanlah Muhammad, maka sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
Sehingga bagi orang iman jika menerima nasehat akan bermanfaat dan tambah kefahamannya, sebaliknya apabila tidak mau menerima nasehat (berpaling) berarti termasuk orang yang sombong diancam masuk neraka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ ... الحديث (رواه مسلم  عن عبد الله بن مسعود)
Artinya: Tidak akan masuk surga seseorang yang ada dalam hatinya seberat semut dari kesombongan.
Firman Allah :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِى فَإِنَّ لَه مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُه يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمى *  سورة طه 124 
Artinya:Barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya bagi dia kehidupan yang sempit (di dunianya) dan akan Kami kumpulkan dia di hari kiamat dalam keadaan buta.
Dengan sering mendengarkan nasehat, kita akan selalu mendapatkan penerangan dan peringatan ke jalan yang benar. Jika langkah kita sudah benar maka dengan nasehat itu kita bisa tambah yakin dan bisa bersyukur, karena kita sudah di dalam kebenaran. Jika langkah kita salah, maka dengan nasehat itu kita jadi ingat dan bisa memperbaiki setiap kesalahan kita serta bisa bersyukur bahwa kita selalu mendapatkan pencerahan untuk menuju pada kebenaran.

1.3. Banyak bergaul dengan orang yang shalih.
Dengan banyak bergaul dengan orang yang shalih kita bisa termotivasi untuk meniru keshalihannya. Jika kita didapati melakukan kesalahan, akan diingatkan atau paling tidak kita akan merasa malu untuk berbuat kejelekan karena berada di lingkungan orang yang shalih. Akan tetapi jika kita bergaul dengan orang yang tidak shalih, jangankan dinasehati jika salah, bahkan kita akan diajak untuk mengerjakan pada kemaksiyatan.
Ingat Sabda Rasulallah SAW:
مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيْسِ السُّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيْرِ الْحَدَّادِ لاَ يَعْدِمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيْهِ أَوْ تَجِدُ رِيْحَهُ وَكِيْرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيْحًا خَبِيْثَةً * رواه البخارى في كتاب البيوع 
Artinya: Perumpamaan teman bergaul yang sholih dan teman bergaul yang jelek adalah sebagaimana penjual minyak wangi dan ubupan (perapian) pandai besi. Penjual minyak wangi tidak akan melewati padamu, adakalanya kamu akan membeli minyak wangi itu darinya, atau (paling tidak) kamu akan mendapatkan bau wanginya. Dan (sedangkan) pandai besi akan membakar badanmu atau pakaianmu atau (paling tidak) akan kamu dapatkan bau sangitnya.
الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ (رواه أبو داود في كتاب الأدب حسن)
Artinya: Seorang laki-laki itu menetapi kebiasaan teman dekatnya, maka hendaklah ia melihat siapa yang menjadi teman dekatnya.

Oleh karena itu menentukan teman bergaul adalah sangat penting, karena sebagian waktu kita berada di sisi teman pergaulan kita. Sedangkan manusia ada kelemahan untuk mudah mengikuti sesuatu yang cenderung melanggar daripada mengikuti hal-hal yang baik. Dengan banyak bergaul dengan orang iman yang faham dan sholih, maka walaupun kita tidak bisa belajar ilmu kepadanya, paling tidak sebagian waktu kita akan banyak disibukkan dengan hal-hal yang baik dan mengurangi waktu-waktu untuk lahan dan melanggar sehingga akan menambah mantapnya kefahaman dalam BERAGAMA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


“Menjadi Pondok Pesantren Yang berkemampuan global dalam dakwah Islam sehingga mendorong Umat Islam dan umat manusia pada umumnya memiliki kehidupan Yang sejahtera berbasis agama, kejujuran, amanah, hemat dan kerja keras, rukun,kompak serta dapat bekerjasama dengan baik”.